Kelemahan Pembuktian Perjanjian Bawah Tangan

Hukum perdata Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak. Suatu perjanjian pada prinsipnya isinya bebas, bentuknya pun bebas. Boleh dalam bentuk lisan (selama bisa dibuktikan), boleh dalam bentuk tertulis. Boleh dibuat dalam Akta Notaris, boleh pula cukup dibuat di bawah tangan.

Untuk memulai pembahasan ini, mari kita lihat sejenak 4 (empat) syarat sah perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata:

Pasal 1320 KUH Perdata

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:

1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. suatu sebab tertentu;

4. suatu sebab yang halal.

Pada syarat tersebut bahkan tidak diatur bahwa perjanjian harus dibuat secara tertulis lho.. Apalagi harus dibuat dalam suatu Akta Notaris (akta otentik). Tidak perlu, kecuali jenis-jenis perjanjian tertentu yang harus dibuat dalam bentuk akta otentik yang harus dibuat di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu.

Pembuktian Perjanjian Bawah Tangan

Kebutuhan untuk membuat perjanjian dalam bentuk Akta Notaris baru muncul ketika kita bicara mengenai aspek hukum pembuktian. Karena pada akhirnya kita membuat perjanjian tertulis adalah agar dapat kita buktikan atau pertahankan haknya di kemudian hari.

Sebelumnya saya sudah menulis juga dalam artikel berikut ini: Perjanjian Sebaiknya Akta Notaris atau Bawah Tangan

Sebagaimana yang sudah saya bahas sebelumnya, surat-surat bawah tangan juga boleh digunakan sebagai alat pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 1875 KUH Perdata yang berbunyi:

Pasal 1875 KUH Perdata

Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, atau dengan cara menurut undang-undang dianggap sebagai diakui, memberikan terhadap orang-orang yang menandatanganinya …………….. bukti yang sempurna seperti suatu akta otentik….

Dapat kita lihat bahwa undang-undang menyatakan surat atau akta bawah tangan juga dapat memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna sebagaimana suatu akta otentik sepanjang (surat atau akta tersebut) diakui para pihak.

Perjanjian Bawah Tangan Dapat Disangkal

Undang-undang mengakui surat-surat dan akta bawah tangan sebagai alat bukti tertulis, namun Pasal 1876 ternyata Undang-undang juga memberikan hak bagi para pihak untuk mengakui atau memungkiri tanda tangannya dalam suatu surat atau akta bawah tangan:

Pasal 1876 KUH Perdata

Barangsiapa dihadapi dengan suatu tulisan di bawah tangan oleh orang yang mengajukan tuntutan terhadapnya, wajib mengakui atau memungkiri tanda tangannya secara tegas, tetapi bagi para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak darinya, cukuplah mereka menerangkan bahwa mereka tidak mengakui tulisan atau tanda tangan itu sebagai tulisan atau tanda tangan orang yang mereka wakili.”

Jika salah satu pihak menyangkal atau memungkiri suatu surat atau akta bawah tangan, maka hakim kemudian harus memeriksa kebenaran dari tulisan atau tandatangan tersebut di muka pengadilan sebagaimana diatur sebagai berikut:

Pasal 1877 KUH Perdata

Jika seseorang memungkiri tulisan atau tanda tangannya, ataupun jika para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak daripadanya tidak mengakuinya, maka Hakim harus memerintahkan supaya kebenaran tulisan atau tanda tangan tersebut diperiksa di muka Pengadilan.

Dalam hal ini, pihak lawan bisa saja memiliki beberapa argumentasi ketika dirinya memungkiri atau menyangkal suatu surat atau perjanjian yang dibuat di bawah tangan, misalnya:

  • Surat Perjanjian tersebut tidak pernah ada / tidak pernah dibuat (menolak secara mutlak);
  • Surat Perjanjian tersebut tidak ditandatangani olehnya (bukan tandatangannya);
  • Surat Perjanjian tersebut memang ditandatangani, tapi waktu ditandatangani isinya bukan seperti itu; atau
  • Surat Perjanjian tersebut memang ditandatangani, tapi yang ditunjukan saat ini ada perbedaan dengan pada saat ditandatangani.

Jelaslah bahwa apabila keberadaan, isi atau tandatangan dari suatu akta bawah tangan dipungkiri atau disangkal oleh pihak lawan kita ternyata menambah suatu beban pembuktian baru dalam persidangan bahwa surat atau akta bawah tangan tersebut benar-benar ada, isinya memang benar itu dan memang benar sudah ditandatangani oleh pihak lawan kita pada saat perjanjian tersebut di buat.

Antisipasi Yang Dapat Dilakukan

Suatu perjanjian memang “biasanya” dibuat diawali dengan suatu itikad baik dan rasa saling percaya. Namun ketika dalam pelaksanaan perjanjian timbul suatu konflik maka aspek hukum mengenai keberadaan dan isi dari perjanjian tersebut menjadi penting.

Sepanjang saya menjalankan praktek di lapangan, saya sudah menemui terlalu banyak orang yang terlihat baik namun ternyata tidak memiliki integritas dan etika ketika suatu perkara dibawa ke ranah hukum. Salah satunya adalah memungkiri atau menyangkal bahwa dirinya telah membuat dan menandatangani suatu perjanjian ketika perjanjian tersebut disodorkan ke hadapannya.

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk memperkuat pembuktian perjanjian bawah tangan adalah sebagai berikut:

  1. Perjanjian dibuat secara di bawah tangan, namun ditandatangani di hadapan Notaris. Kemudian Notaris mengesahkan tandatangan para pihak dengan menyatakan bahwa benar orang tersebut yang menandatangani perjanjian (legalisasi tandatangan). Sehingga setidaknya tandatangan orang tersebut tidak dapat disangkal, walaupun Notaris dalam hal ini tidak memiliki tanggung jawab atas bentuk dan isi perjanjian.
  2. Jika tidak di hadapan Notaris, maka setidaknya perjanjian bawah tangan dibuat di hadapan 2 (dua) orang saksi yang mengetahui dengan pasti bentuk dan isi perjanjian tersebut, serta turut mendatangani perjanjian. Keberadaan saksi-saksi belakangan sering ditinggalkan dalam praktek pembuatan perjanjian bawah tangan, padahal sangat penting untuk aspek pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 1877 KUH Perdata.
  3. Apabila perjanjian dibuat di bawah tangan, maka sebaiknya para pihak dan saksi-saksi membubuhkan tandatangan (atau setidaknya paraf) pada setiap halaman dari perjanjian tersebut, bukan hanya di akhir perjanjian.

Demikian dan semoga bermanfaat.

Salam hangat,

Arko Kanadianto, S.H., M.Kn.

Email: arko.kanadianto@corporindo.com

www.corporindo.com

Artikel Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *