Bolehkah Notaris Membuat Akta Dalam Bahasa Inggris?
Setelah sebelumnya saya membahas mengenai ketentuan bahasa dalam pembuatan perjanjian secara umum. Klik di sini Sekarang bagaimana halnya dengan perjanjian yang dibuat dalam bentuk Akta Notaris. Bolehkah Notaris membuat minuta akta dalam bahasa Inggris (bahasa asing lainnya) dan mengeluarkan salinannya?
Saya melihat telah ada beberapa artikel yang membahas mengenai permasalahan ini, namun belum ada yang menuangkan secara komprehensif apakah seorang Notaris boleh membuat akta dalam bahasa Inggris dan bagaimana sebenarnya pengaturannya menurut hukum Indonesia.
Mengenai akta yang dibuat oleh Notaris (termasuk perjanjian dan akta pihak lainnya, termasuk akta pejabat), saya sependapat dengan hakim agung Prof. Dr. Gayus Lumbuun yang mengatakan bahwa akta adalah hal yang diatur dalam hukum yang khusus (lex specialis) yang dengan demikian berbeda dengan perjanjian ataupun surat-surat yang dibuat di bawah tangan lainnya.
Oleh karena itu, untuk memulai pembahasan ini mari kita lihat ketentuan UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 2 Tahun 2014 (selanjutnya kedua undang-undang ini secara kesatuan saya sebut “UU Jabatan Notaris“).
Pengaturan Bahasa Akta Dalam UU Jabatan Notaris
Mari kita telaah ketentuan Pasal 43 UU Jabatan Notaris, dan jangan lupa ketentuan Pasal 44 ayat (3) dan ayat (4) UU Jabatan Notaris yang sering tertinggal padahal sangat penting untuk menjelaskan teknis pelaksanaan dari ketentuan Pasal 43 sebelumnya.
Pasal 43 UU Jabatan Notaris
(1) Akta wajib dibuat dalam bahasa Indonesia.
(2) Dalam hal penghadap tidak mengerti bahasa yang digunakan dalam Akta, Notaris wajib menerjemahkan atau menjelaskan isi Akta itu dalam bahasa yang dimengerti oleh penghadap.
(3) Jika para pihak menghendaki, Akta dapat dibuat dalam bahasa asing.
(4) Dalam hal Akta dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Notaris wajib menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.
(5) Apabila Notaris tidak dapat menerjemahkan atau menjelaskannya, Akta tersebut diterjemahkan atau dijelaskan oleh seorang penerjemah resmi.
(6) Dalam hal terdapat perbedaan penafsiran terhadap isi Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka yang digunakan adalah Akta yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
Penjelasan Pasal 43
Ayat (1)
Bahasa Indonesia yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah bahasa Indonesia yang tunduk pada kaidah bahasa Indonesia yang baku.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Penerjemah resmi dalam ketentuan ini antara lain penerjemah tersumpah yang bersertifikat dan terdaftar atau menggunakan staf pada kedutaan besar negara asing jika tidak ada penerjemah tersumpah.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Selanjutnya kita telaah juga ketentuan Pasal 44 UU Jabatan Notaris sebagai berikut:
Pasal 44 UU Jabatan Notaris
(1) Segera setelah Akta dibacakan, Akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya.
(2) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tegas pada akhir Akta.
(3) Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) ditandatangani oleh penghadap, Notaris, saksi, dan penerjemah resmi.
(4) Pembacaan, penerjemahan atau penjelasan, dan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) serta dalam Pasal 43 ayat (3) dinyatakan secara tegas pada akhir Akta.
(5) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
Penjelasan Pasal 44
Cukup jelas.
Dari analisa kedua ketentuan pasal dalam UU Jabatan Notaris di atas, dapat kita ambil beberapa aspek hukum yang penting untuk diperhatikan sebagai berikut:
(1) Pada prinsipnya Akta Notaris wajib dibuat dalam Bahasa Indonesia
Ini adalah prinsip dasar yang diatur dalam Pasal 43 ayat (1) UU Jabatan Notaris, yaitu Akta Notaris wajib dibuat dalam bahasa Indonesia.
Bahkan jika kita perhatikan ketentuan pembuatan Akta Notaris dalam bahasa asing dalam Pasal 43 ayat (3), ternyata tetap tidak meninggalkan prinsip dasar bahwa Akta Notaris wajib dibuat dalam Bahasa Indonesia, sebagaimana akan dijelaskan selanjutnya di bawah ini.
(2) Jika Penghadap tidak mengerti Bahasa Indonesia, Notaris wajib menerjemahkan (secara lisan atau tertulis)
Ketentuan yang diatur dalam Pasal 43 ayat (2) UU Jabatan Notaris ini mengatur lebih lanjut mengenai pelaksanaan kewajiban pembuatan Akta Notaris dalam Bahasa Indonesia.
Pada saat pembuatan dan penandatanganan minuta Akta, penghadapnya kadang ada pula Warga Negara Asing atau penghadap yang mewakili badan asing sehingga tidak mengerti Bahasa Indonesia. Dalam hal ini Undang-undang memberikan kewajiban kepada Notaris untuk menerjemahkan atau menjelaskan isi Akta dalam bahasa yang dimengerti oleh penghadap tersebut.
Perhatikan kata yang saya garis bawahi di atas, yang wajib diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris (atau bahasa asing lainnya) adalah isi Akta. Jadi untuk Awal (Kepala) Akta dan Akhir Akta tetap menggunakan Bahasa Indonesia.
Mengenai penejemahan atau penjelasan Akta ini, ada beberapa alternatif:
(a) Jika Akta diterjemahkan dan dijelaskan secara lisan
Maka cukup pada Akhir Akta diberikan keterangan bahwa akta diterjemahkan secara lisan dan dijelaskan kepada penghadap mengingat penghadap Tuan …….. tidak mengerti bahasa Indonesia. Hal ini dengan memperhatikan ketentuan Pasal 43 ayat (5) UU Jabatan Notaris bahwa jika penjelasan akta ke dalam bahasa asing (baik lisan maupun tertulis) berbeda dengan akta asli dalam Bahasa Indonesianya, maka yang berlaku adalah versi Bahasa Indonesianya.
Jika penerjemahan dan penjelasan secara lisan dilakukan oleh penerjemah tersumpah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (5) UU Jabatan Notaris, maka dituangkan pada Akhir Akta bahwa untuk hal tersebut Notaris dibantu oleh penerjemah tersumpah yang kemudian turut pula menandatangani akta (Pasal 44 ayat (3) UU Jabatan Notaris).
(b) Jika Akta diterjemahkan atau dijelaskan secara tertulis
Maka pada Akhir Akta disebutkan bahwa terjemahan isi akta secara tertulis adalah seperti apa dalam bahasa Inggrisnya. Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 43 ayat (5) UU Jabatan Notaris bahwa jika penjelasan akta ke dalam bahasa asing (baik lisan maupun tertulis) berbeda dengan akta asli dalam Bahasa Indonesianya, maka yang berlaku adalah versi Bahasa Indonesianya.
Sama seperti penerjemahan secara lisan di atas, jika penerjemahan dan penjelasan secara lisan dilakukan oleh penerjemah tersumpah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (5) UU Jabatan Notaris, maka dituangkan pada Akhir Akta bahwa untuk hal tersebut Notaris dibantu oleh penerjemah tersumpah yang kemudian turut pula menandatangani akta (Pasal 44 ayat (3) UU Jabatan Notaris).
Adapun contoh penulisan pada Akhir Akta jika akta diterjemahkan secara tertulis oleh Notaris dalam Bahasa Inggris adalah sebagai berikut:
“-Selanjutnya karena tidak semua penghadap mengerti bahasa Indonesia, maka oleh saya, Notaris, isi Akta ini diterjemahkan pula ke dalam Bahasa Inggris sebagaimana dituangkan di bawah ini dan para penghadap menerangkan bahwa apabila terdapat perbedaan pendapat mengenai isi Akta ini, maka versi dalam bahasa Indonesia yang akan menentukan.
-The appearers are known to me, Notary. (kalimat pertama pada isi Akta)
-………………………………………” (Dan seterusnya isi Akta).
———- DEMIKIANLAH AKTA INI ————-
(3) Akta Notaris dapat dibuat dalam Bahasa Asing, dengan Kewajiban Notaris untuk menerjemahkan Akta ke dalam Bahasa Indonesia (secara tertulis)
Sekarang mari kita lihat ketentuan kebolehan membuat akta dalam bahasa Inggris (bahasa asing lainnya) yaitu dalam Pasal 43 ayat (3) dan (4) UU Jabatan Notaris. Ketentuan ini merupakan penyimpangan dari kewajiban membuat Akta Notaris dalam bahasa Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 43 ayat (1), namun dapat kita lihat walaupun Akta dibuat dalam bahasa Asing, namun tetap memberikan kewajiban kepada Notaris untuk menerjemahkan Akta berbahasa asing tersebut ke dalam Bahasa Indonesia.
Syarat dari dibuatnya Akta dalam bahasa asing ini adalah “jika para pihak menghendaki“. Pada penjelasan UU Nomor 2 Tahun 2014 tidak dijelaskan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan para pihak menghendaki dan siapa para pihak itu. Namun jika kita meminjam penjelasan Pasal 43 ayat (4) sebelum perubahan yaitu pada UU Nomor 30 Tahun 2004 yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “pihak yang berkepentingan” adalah penghadap atau pihak yang diwakili oleh penghadap.
Lalu bagaimana pelaksanaan pembuatan aktanya? Jika mengacu pada Pasal 43 ayat (3) UU Jabatan Notaris tersebut, maka untuk Awal Akta, Isi Akta dan Akhir Akta dapat dibuat dalam bahasa Inggris (atau bahasa asing lainnya). Kemudian mengacu pada Pasal 44 ayat (4) UU Jabatan Notaris, penerjemahan tersebut dinyatakan dengan tegas pada akhir Akta, sehingga dengan demikian kewajiban Notaris untuk menerjemahkan Akta berbahasa asing tersebut dilakukan pada akhir Akta. Baik penerjemahan tersebut dilakukan sendiri oleh Notaris, maupun dibantu oleh penerjemah tersumpah.
Berdasarkan hal tersebut, saya berpendapat bahwa suatu Akta tidak boleh dibuat dalam bahasa asing saja, melainkan wajib dilakukan penerjemahannya oleh Notaris ke dalam Bahasa Indonesia pada Akhir Akta. Pilihan lainnya adalah isi akta tersebut diterjemahkan dalam dokumen terpisah oleh seorang penerjemah tersumpah yang ikut dalam proses penandatanganan akta kemudan dokumen hasil terjemahan tersebut dilekatkan pada minuta akta yang mana hal tersebut harus disebutkan pada penutup/akhir akta.
Kedua alternatif tersebut mengacu pada Pasal 43 ayat (3) dan ayat (4) UU Jabatan Notaris. Hal ini tentu saja juga sesuai dengan aturan dasar mengenai bahasa akta pada Pasal 43 ayat (1) UU Jabatan Notaris.
Mengenai kewajiban penerjemahan Akta berbahasa asing oleh Notaris ini, tidak berlaku ketentuan Pasal 43 ayat (6) UU Jabatan Notaris sehingga boleh dinyatakan yang berlaku adalah tulisan aslinya dalam bahasa asing tersebut. Hal dikarenakan Pasal 43 ayat (6) UU Jabatan Notaris dikhususkan bagi Akta bahasa Indonesia yang diterjemahkan ke dalam bahasa asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) UU Jabatan Notaris.
Contoh Akta Bahasa Inggris yang kemudian dilaksanakan kewajiban penerjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia oleh Notaris adalah sebagai berikut:
“-Pursuant to Indonesian Law, in the making of this Deed, me, the Notary, have obligation to translate this Deed into Indonesian Language, therefore I, as Notary explain to the appearers the Indonesian translation of this Deed is as follows:
[Terjemahan Akta Dalam Bahasa Indonesia]
————— IN WITNESS WHEREOF ———————
this deed has been executed in Jakarta on the day and date, mentioned in the preamble of this deed, in the presence of :
- [Name of witness 1]
- [Name of witness 2]
Upon having been read out and translate into English language by me, Notary, to the appearers and witnesses, this deed was immediately signed by the appear, witnesses and me, Notary.”
(4) Notaris dapat meminta bantuan penerjemah resmi (tersumpah) untuk menerjemahkan atau menjelaskan Akta
Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 43 ayat (5) UU Jabatan Notaris, yang mana pembuat Undang-undang menyadari adanya keterbatasan bagi seorang Notaris untuk menguasai bahasa asing. Adapun peran dari penerjemah tersumpah tersebut dalam mendampingi Notaris, dapat dilakukan terhadap:
(i) Akta berbahasa Indonesia yang diterjemahkan ke dalam bahasa asing karena penghadapnya ada yang tidak mengerti bahasa Indonesia (sebagaimana pada Pasal 43 ayat (2) UU Jabatan Notaris); atau
(ii) Akta berbahasa asing yang wajib diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia (sebagaimana pada Pasal 43 ayat (4) UU Jabatan Notaris).
Yang perlu diperhatikan bahwa sertifikat penerjemah tersumpah terbagi atas: (a) Menerjemahkan bahasa Indonesia ke bahasa Inggris saja; (b) Menerjemahkan bahasa Inggris ke bahasa Indonesia saja; atau (c) Memiliki sertifikat untuk melakukan keduanya. Pastikan bahwa penerjemah tersumpah yang anda gunakan memiliki sertifikat sesuai dengan produk terjemahan yang anda butuhkan.
(5) Penerjemah resmi (tersumpah) apabila digunakan, wajib ikut menandatangani minuta Akta Notaris
Hal ini diatur pada Pasal 44 ayat (3) UU Jabatan Notaris. Cukup jelas dalam penerapannya sehingga tidak perlu diuraikan lebih lanjut.
(6) Keterangan mengenai pembacaan, penerjemahan lisan atau penerjemahan tertulis, atau penjelasan dinyatakan pada Akhir Akta
Hal ini diatur pada Pasal 44 ayat (4) UU Jabatan Notaris. Untuk penerapannya sudah diuraikan dan diberikan beberapa contoh sebagaimana penjelasan sebelumnya di atas.
Demikian dan semoga bermanfaat. Apabila ada pertanyaan tidak perlu sungkan untuk menghubungi saya via Whatsapp atau Email pada kontak di bawah ini.
Salam hangat,
Arko Kanadianto, S.H., M.Kn.
Email: arko.kanadianto@corporindo.com
www.corporindo.com
Leave a Reply